NULL

Netanyahu Diduga Persenjatai Kelompok Dekat ISIS Demi Melemahkan Hamas

Posted 1 day 7 hours ago

Sebuah pengakuan mengejutkan datang dari Avigdor Lieberman, mantan Menteri Pertahanan Israel sekaligus ketua partai “Israel Rumah Kita”, yang menuding langsung Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mempersenjatai kelompok bersenjata yang memiliki kedekatan ideologis dengan ISIS di wilayah Rafah, Gaza. Tindakan ini, menurut Lieberman, dilakukan secara diam-diam oleh badan intelijen dalam negeri Israel, Shabak, tanpa sepengetahuan atau persetujuan kabinet pemerintahan Israel.

Tujuannya disebut sebagai upaya untuk melemahkan kekuatan Hamas, namun justru membuka potensi bahaya yang lebih besar. Pernyataan ini menguak sisi gelap dari politik keamanan Zionis yang tampaknya tidak ragu menggunakan taktik licik dan kontradiktif demi mencapai tujuan jangka pendek.

Dalam narasi resmi, Israel mengklaim sedang memerangi terorisme, tetapi di balik layar, justru terlibat dalam skema memperkuat kelompok-kelompok ekstrem demi membenturkan satu kekuatan dengan kekuatan lain. Ini bukan hanya strategi yang penuh risiko, tetapi juga menyingkap kemunafikan besar dalam retorika “perang melawan teror” yang selama ini digaungkan rezim tersebut.

Persenjataan kelompok yang dekat dengan ISIS jelas menjadi ancaman tidak hanya bagi Palestina, tetapi juga bagi seluruh kawasan. Rafah, yang saat ini menjadi salah satu titik konsentrasi serangan dan blokade, berpotensi berubah menjadi medan konflik antar milisi bersenjata yang diperparah oleh infiltrasi kelompok radikal.

Dalam kondisi rakyat Gaza yang sudah sangat terpuruk, kehadiran kelompok seperti ini akan semakin memperparah penderitaan dan menambah ketidakstabilan yang disengaja. Lieberman secara terang-terangan menyebut bahwa Netanyahu lebih mementingkan kelangsungan kekuasaannya dibanding keamanan jangka panjang Israel sendiri.

Taktik mendua seperti ini, kata Lieberman, bukan hanya menggerogoti integritas moral negara, tetapi juga mengundang konsekuensi jangka panjang yang bisa lepas dari kendali. Jika kelompok radikal yang diberi senjata itu kemudian berbalik arah, dampaknya bisa jauh lebih mematikan dibanding ancaman dari Hamas itu sendiri.

Fenomena memelihara musuh demi kepentingan strategis bukan hal baru dalam politik dunia, tetapi tindakan Netanyahu ini mencerminkan bentuk paling ekstrem dari politik oportunistik. Menyuplai senjata kepada kekuatan destruktif seperti ISIS adalah bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai dasar keamanan dan perdamaian.

Tindakan ini juga membuktikan bahwa narasi anti-teror yang selama ini dijadikan dalih untuk membombardir Gaza hanyalah topeng belaka. Sementara dunia terus diberi gambaran hitam-putih tentang konflik Israel–Palestina, kenyataannya jauh lebih kelam dan kompleks.

Rezim Zionis tidak segan memelihara teror di satu sisi, sambil mengklaim diri sebagai korban di sisi lain. Kontradiksi ini menunjukkan bahwa yang mereka lawan bukan terorisme, melainkan kemerdekaan Palestina.

Dan untuk menggagalkan cita-cita itu, mereka siap bersekutu bahkan dengan iblis sekalipun. Skandal ini seharusnya membuka mata komunitas internasional bahwa tindakan Israel di Gaza bukanlah perang sah melawan milisi, tapi permainan kekuasaan yang keji dan penuh manipulasi.

Dunia tidak bisa lagi diam menyaksikan bagaimana kelompok ekstrem dipersenjatai demi strategi geopolitik sempit. Yang menjadi korban bukan hanya Palestina, tetapi juga masa depan kemanusiaan itu sendiri.